1. Hubungan hukum dagang dan hukum perdata !
Hukum
dagang dan hukum perdata adalah dua hukum yang saling berkaitan. Hal ini dapat
dibuktikan di dalam Pasal 1 dan Pasal 15 KUH Dagang.
Hukum Perdata adalah
ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam
masyarakat. Sedangkan, Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku
manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum
yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama
lainnya dalam lapangan perdagangan .
Prof. Subekti S.H.
berpendapat bahwa terdapatnya KUHD di samping KUHS sekarang ini dianggap tidak
pada tempatnya, oleh karena sebenarnya “Hukum Dagang” tidak lain daripada “Hukum Perdata”, dan perkataan “dagang” bukanlah suatu
pengertian hukum, melainkan suatu pengertian ekonomi.
Seperti telah kita
ketahui, pembagian Hukum Sipil ke dalam KUHS dan KUHD hanyalah berdasarkan
sejarah saja, yaitu karena dalam Hukum Romawi (yang menjadi sumber terpenting
dari Hukum Perdata Eropa Barat) belum ada peratuan – peraturan seperti yang
sekarang termuat dala KUHD, sebab perdagangan Negara baru mulai berkembang
pada abad pertengahan.
Di Nederland sekarang ini
sudah ada aliran yang bertujuan menghapuskan pemisahan Hukum Perdata dalam dua
Kitab Undang – Undang itu (bertujuan memepersatukan Hukum Dagang dan Perdata
dalam satu Kitab Undang – Undang saja). Pada Negara lainnya, misalnya
Amerika Serikat dan Swiss, tidaklah terdapat suatu Kitab Undang – Undang Dagang yang
terpisah dari KUHS. Dahulu memang peraturan – peraturan yang termuat dalam KUHD dimaksudkan
hanya berlaku bagi orang – orang “pedagang” saja, misalnya:
1. Hanyalah orang pedagang yang diperbolehkan
membuat surat weswl dan sebagainya.
2. Hanyalah orang pedagang yang dapat dinyatakan
pailit, akan tetapi sekarang ini KUHD berlaku bagi setiap orang, juga bagi
orang yang bukan pedagang sebagaimana juga KUHS berlaku bagi setiap orang
termasuk juga pedagang. Malahan dapatlah dikatakan, bahwa sumber yang
terpenting dari Hukum Dagang ialah KUHS. Hal ini memang dinyatakan dalam Pasal
1 KUHD, yang berbunyi :
“KUHS dapat juga berlaku dalam hal – hal yang diatur dalam KUHD sekedar KUHD itu
tidak khusus menyimpang dari KUHS”.
Hal ini berarti bahwa
untuk hal – hal yang diatur dalam KUHD, sepanjang tidak terdapat peraturan – peraturan khusus yang
berlainan, juga dapat berlaku peraturan – peraturan dalam KUHS.
2. Kapan berlakunya hukum dagang di indonesia ?
Sebelum tahun 1938 hkum
dagang hanya mengikat kepada parapedagang saja yang melakukan perbuatandagang,
tetapi sejak tahun 1938 pengertian dagang dirubah menjadiperbuatan perusaan
yang artinya lebih luas sehingga berlaku bagi setiap pengusaha
(perusahaan). Hukum dagang di Indonesia bersumber pada :
·
Hukum tertulis
dikodifikasi
·
KUHD
·
KUHP
Perkembangan hukum dagang
sebenernya telah dimulai sejak abad eropa ( 1000/1500 ) yang terjadi di Negara
dan kota-kota di eropa, dan pada zaman itu di Italia dan Prancis Selatan telah
lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan, tetapi hukum romawi tidak dapat
menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan perdagangan maka
dibuatlah hukum baru yang berdiri sendiri pada abad 16 & 17, yang disebut
dengan hukum pedagang khususnya mengatur dalam dunia perdagangan dan hukum ini
bersifat Unifikasi. KUHD Indonesia diumumkan dengan publikasi tanggal 30 April
1847, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848 KUHD Indonesia itu hanya
turunan belaka dari “Wetboek Koophandel” dari Belanda yang dibuat atas dasar asas
korkondansi ( pasal 131. I.S ).
Pada tahun 1906 kitab III
KUHD Indonesia diganti dengan peraturan kepailitan yang berdiri sendiri di luar
KUHD. Sehingga sejak tahun 1906 Indonesia hanya memiliki 2 kitab KUHD, yaitu
kitab I & kitab I ( C.S.T. Kansil, 1985 : 14 ). Karena asas konkordansi
juga, maka 1 Mei 1948 di Indonesia berasal dari KUHS. Adapun KUHS Indonesia
berasal dari KUHS Nederland pada 31 Desember 1830.
3. Hubungan pengusaha dan pembantu pengusaha !
Pengusaha adalah seseorang yang melakukan atau
menyuruh melakukan perusahaannya. Dalam menjalankan perusahannya pengusaha
dapat:
1. Melakukan sendiri, Bentuk perusahaannya sangat
sederhana dan semua pekerjaan dilakukan sendiri, merupakan perusahaan
perseorangan.
b. Dibantu oleh orang lain, Pengusaha turut serta dalam melakukan perusahaan, jadi dia mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan dan merupakan perusahaan besar.
c. Menyuruh orang lain melakukan usaha sedangkan dia tidak ikut serta dalam melakukan perusahaan, Hanya memiliki satu kedudukan sebagai seorang pengusaha dan merupakan perusahaan besar.
b. Dibantu oleh orang lain, Pengusaha turut serta dalam melakukan perusahaan, jadi dia mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan dan merupakan perusahaan besar.
c. Menyuruh orang lain melakukan usaha sedangkan dia tidak ikut serta dalam melakukan perusahaan, Hanya memiliki satu kedudukan sebagai seorang pengusaha dan merupakan perusahaan besar.
Sebuah perusahaan dapat
dikerjakan oleh seseorang pengusaha atau beberapa orang pengusaha dalam bentuk
kerjasama. Dalam menjalankan perusahaannya seorang pengusaha dapat bekerja
sendirian atau dapat dibantu oleh orang-orang lain disebut “pembantu-pembantu
perusahaan”. Orang-orang perantara ini dapat dibagi dalam dua golongan.
Golongan pertama terdiri dari orang-orang yang sebenarnya hanya buruh atau
pekerja saja dalam pengertian BW dan lazimnya juga dinamakan handels-bedienden.
Dalam golongan ini termasuk, misal pelayan, pemegang buku, kassier, procuratie
houder dan sebagainya. Golongan kedua terdiri dari orang-orang yang tidak dapat
dikatakan bekerja pada seorang majikan, tetapi dapat dipandang sebagai seorang
lasthebber dalam pengertian BW. Dalam golongan ini termasuk makelar,
komissioner.
Namun, di dalam
menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha
tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut
dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk
membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Pembantu-pembantu dalam
perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi :
1. Membantu didalam perusahaan
2.. Membantu diluar perusahaan
1. Membantu didalam perusahaan
2.. Membantu diluar perusahaan
1. Adapun pembantu-pembantu dalam perusahaan
antara lain:
a)Pelayan toko
b)Pekerja keliling
c)Pengurus filial.
d)Pemegang prokurasi
e)Pimpinan perusahaan
Hubungan hukum antara
pimpinan perusahaan dengan pengusaha bersifat :
(1) Hubungan perburuhan,
yaitu hubungan yang subordinasi antara majikan dan buruh, yang memerintah dan
yang diperintah. Manager mengikatkan dirinya untuk menjalankan perusahaan
dengan sebaik-baiknya, sedangkan pengusaha mengikatkan diri untuk membayar
upahnya (pasal 1601 a KUHPER).
(2) Hubungan pemberian kekuasaan,
yaitu hubungan hukum yang diatur dalam pasal 1792 dsl KUHPER yang menetapkan
sebagai berikut ”pemberian kuasa adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang
memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya untuk atas nama
pemberi kuasa menyelenggarakan suatu urusan”. Pengusaha merupakan pemberi kuasa, sedangkan
si manager merupakan pemegang kuasa. Pemegang kuasa mengikatkan diri untuk
melaksakan perintah si pemberi kuasa, sedangkan si pemberi kuasa mengikatkan
diri untuk memberi upah sesuai dengan perjanjian yang bersangkutan.
Dua sifat hukum tersebut
di atas tidak hanya berlaku bagi pimpinan perusahaan dan pengusaha, tetapi juga
berlaku bagi semua pembantu pengusaha dalam perusahaan, yakni: pemegang
prokurasi, pengurus filial, pekerja keliling dan pelayan toko. Karena hubungan
hukum tersebut bersifat campuran, maka berlaku pasal 160 c KUHPER, yang
menentukan bahwa segala peraturan mengenai pemberian kuasa dan mengenai
perburuhan berlaku padanya. Kalau ada perselisihan antara kedua peraturan itu,
maka berlaku peraturan mengenai perjanjian perburuhan (pasal 1601 c ayat (1)
KUHPER.
2. Adapun pembantu-pembantu luar perusahaan
antara lain:
a) Agen perusahaan
Hubungan pengusaha dengan
agen perusahaan adalah sama tinggi dan sama rendah, seperti pengusaha dengan
pengusaha. Hubungan agen perusahaan bersifat tetap. Agen perusahaan juga
mewakili pengusaha, maka ada hubungan pemberi kuasa. Perjanjian pemberian kuasa
diatur dalam Bab XVI, Buku II, KUHPER, mulai dengan pasal 1792, sampai dengan
1819. Perjanjian bentuk ini selalu mengandung unsur perwakilan (volmacht) bagi
pemegang kuasa (pasal 1799 KUHPER). Dalam hal ini agen perusahaan sebagai
pemegang kuasa, mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama pengusaha.
b) Perusahaan perbankan
c) Pengacara
d) Notaris
e) Makelar
f) Komisioner
4.
Kewajiban-kewajiban
sebagai pengusaha
Ø Pelaporan Usaha
Semua pengusaha yang kena
pajak, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan usahanya sebagai pengusaha
kena pajak. Pelaporan pengusaha kena pajak dapat dilakukan bersamaan dengan
permintaan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Ø Syarat-syarat untuk memperoleh NPWP adalah:
1. Untuk wajib pajak perorangan
·
Foto copy KTP atau SIM
atau Kartu Keluarga
·
Foto
copy surat ijin usaha atau keterangan tempat usaha.
1. Untuk wajib pajak badan usaha
·
Foto copy akte pendirian.
·
Foto copy KTP salah
seorang pengurus
·
Foto
copy surat ijin usaha atau keterangan tempat ijin usaha dari instansi
yang berwenang.
Ø
Pelaksanaan pelaporan
harus dilakukan:
1. Pengusaha perorangan kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal usaha dan tempat
kegiatan yang dilakukan.
2. Pengusaha Badan kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak yang wilayah kerja meliputi tempat kedudukan pengusaha dan tempat
kegiatan yang dilakukan.
3. Faktur Pajak
Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh
Pengusaha kena pajak karena penyerahan barang atau jasa kena pajak.
Dalam hal impor barang,
faktur pajak dibuat oleh Dirjen Bea Cukai. Ketentuan mengenai pembuatan faktur
pajak adalah:
1. Wajib dibuat oleh pengusaha kena pajak untuk
setiap penyerahan barang atau jasa kena pajak, karena faktur pajak merupakan
bukti yang menjadi sarana pelaksanaan cara kerja pengkreditan pajak.
2. Pengusaha dapat membuat satu faktur pajak yang
meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli barang kena pajak
yang sama selama sebulan takwim, dan faktur pajak untuk seluruh barang yang
diserahkan pada pembeli yang sama disebut Faktur Pajak Gabungan, serta tidak
memerlukan ijin Dirjen Pajak.
3. Apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan
barang, maka faktur pajak dibuat setelah pembayaran.
4. Bentuk, Ukuran, Pengadaan, tata cara
penyampaian dan tata cara pembetulan faktur pajak ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
5. Dalam faktur pajak harus dicantumkan
keterangan tentang penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak yang
meliputi:
·
Nama, alamat, NPWP, nomor
pengukuhan wajib pajak dan nama pembeli barang kena pajak atau jasa kena pajak.
·
Macam, jenis, harga dan
potongan harga.
·
Pajak pertambahan nilai
yang dipungut.
·
Tanggal penyerahan atau
pembayaran.
·
Nomor dan tanggal
pembuatan faktur pajak.
·
Nama, jabatan dan tanda
tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.
Faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak, dan saran untuk
mengkreditkan pajak masukan. Oleh karena itu, faktur pajak harus benar baik
secara formal maupun material. Faktur pajak yang dibuat tidak sesuai dengan
ketentuan dapat mengakibatkan pajak pertambahan nilai yang tercantum di dalamnya
tidak dapat dikreditkan.
Faktur pajak yang pengisiannya sesuai dengan ketentuan disebut
dengan “Faktur
Pajak Standar”
3. Nota Retur
Dalam hal barang kena
pajak yang diserahkan ternyata dikembalikan (diretur) oleh pembeli, maka harus
dibuat nota retur, kemudian PPN dari barang kena pajak yang diretur dapat
dikurangkan terhadap:
1. Pajak keluaran yang terhutang oleh pengusaha
kena pajak.
2. Pajak masukan dari PKP pembeli, dalam hal
pajak masukan atas barang kena pajak yang dikembalikan tersebut telah
dikreditkan.
3. Biaya atas harta atas PKP pembeli, dalam hal
pajak atas barang kena pajak yang dikembalikan tersebut telah dibebankan dalam
harga perolehan harta tersebut.
4. Pembukuan
Pengusaha kena pajak
sebagai wajib pajak diwajibkan membuat pembukuan segala kegiatan usahanya,
kecuali mereka yang dikecualikan dari kewajiban pembukuan tetapi wajib
melakukan pencatatan
Pembukuan atau pencatatan
harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan
sebenarnya.
5. Penyetoran dan Surat Pemberitahuan Masa
Penyetoran PPN dilakukan
di Kantor Pos terdekat atau bank yang ditunjuk untuk menerima setoran pajak.
Ketentuan penyetoran
Pajak Pertambahan Nilai:
1. Disetorkan selambat-lambatnya
tanggal lima belas bulan takwim berikutnya setelah masa pajak
berakhir.
2. Harus dilunasi sendiri oleh wajib pajak
bersamaan saat pembayaran bea masuk.
3. PPN yang pemungutannya dilakukan oleh Dirjen
Bea Cukai harus disetor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak.
4. PPN yang pemungutannya dilakukan oleh
Bendaharawan Pemerintah harus disetor selambat-lambatnya tanggal 7 setelah masa
pajak.
5. PPN oleh Badan Urusan Logistik harus dilunasi
sendiri oleh pengusaha kena pajak sebelum surat perintah pengeluaran
barang.
Surat pemberitahuan masa adalah surat yang oleh
wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan pajak terhutang dalam suatu
masa pajak. Surat Pemberitahuan masa pajak PPN berfungsi sebagai sarana bagi
pengusaha kena pajak untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan
jumlah PPN dan pajak penjualan atas barang mewah yang sebenarnya terhutang.
Tempat, cara dan saat
penyampaian SPT masa PPN adalah sebagai berikut:
o
Tempat pengambilan SPT
masa PPN adalah Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Penyuluhan Pajak dan tempat lain
yang ditentukan oleh Direktur Jendral Pajak.
o
Tempat penyampaian SPT
masa PPN adalah Kantor Pelayanan Pajak di tempat pengusaha dikukuhkan sebagai
PKP.
Cara penyampaian SPT masa
PPN adalah:
1. Disampaikan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak
atau Kantor Penyuluhan Pajak, kemudian akan menerima tanda terima.
2. Disampaikan dengan surat tercatat
melalui pos dan giro, dimana tanggal cap pos berfungsi sebagai tanggal
penerimaan SPT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar